Liputanabn.com | Balian – Dunia pendidikan kembali tercoreng dengan munculnya dugaan praktik jual beli buku yang dilakukan oleh oknum guru di SD Negeri 2 Balian. Yang lebih memprihatinkan, praktik ini diduga terjadi dengan sepengetahuan pihak sekolah, namun tanpa ada tindakan pencegahan atau penindakan dari kepala sekolah.Rabu(06/08/2025).
Salah seorang wali murid menyampaikan kepada awak media bahwa anaknya diminta membeli tiga buah buku seharga Rp65.000, yang pembayarannya dilakukan langsung di lingkungan sekolah.
Menurut keterangan wali murid tersebut, tidak ada penjelasan resmi mengenai kebutuhan atau dasar pengadaan buku tersebut.
> “Kami merasa terbebani karena buku-buku itu dijual langsung oleh guru di sekolah, tanpa pilihan. Padahal setahu kami, buku pelajaran seharusnya disediakan gratis oleh sekolah melalui dana BOS,” ujar wali murid yang enggan disebutkan namanya demi melindungi privasi anaknya.
Lebih jauh, wali murid tersebut menyayangkan sikap kepala sekolah yang diduga mengetahui praktik ini namun tidak mengambil tindakan.
Berdasarkan Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia secara tegas melarang praktik jual beli buku oleh guru maupun pihak sekolah kepada peserta didik. Beberapa regulasi yang menjadi dasar pelarangan ini antara lain:
Permendikbud Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 11
> Pendidik dan tenaga kependidikan dilarang menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 10
> Komite sekolah dan guru tidak diperkenankan melakukan pungutan atau penjualan kepada siswa secara langsung maupun tidak langsung.
PP Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 181
> Pendidik, tenaga kependidikan, dan pihak sekolah dilarang melakukan praktik jual beli barang atau jasa kepada siswa.
Bagi guru atau kepala sekolah yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut, terdapat sanksi yang dapat dikenakan, baik sanksi administratif maupun hukum:
Sesuai dengan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, sanksi meliputi:
Teguran tertulis
Penundaan kenaikan pangkat/gaji
Penurunan jabatan
Hingga pemberhentian tidak dengan hormat
Jika terbukti melakukan praktik pungutan liar (pungli), pelaku dapat dikenai hukuman sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, terutama jika praktik tersebut merugikan peserta didik dan masyarakat.
Buku pelajaran untuk siswa dan guru sebenarnya telah ditanggung oleh negara melalui Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Dalam petunjuk teknis penggunaan dana BOS, disebutkan bahwa pengadaan buku teks pelajaran dan buku guru merupakan komponen utama penggunaan dana.
Oleh karena itu, segala bentuk penjualan buku kepada siswa, terutama yang bersifat wajib atau terselubung, merupakan bentuk pelanggaran terhadap asas transparansi dan keadilan dalam pendidikan.
Masyarakat, khususnya wali murid, mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota agar segera turun tangan dan melakukan evaluasi terhadap dugaan ini. Jika terbukti, diharapkan ada sanksi tegas terhadap oknum guru dan pihak sekolah yang membiarkan praktik tersebut.
> “Kami ingin sekolah menjadi tempat belajar, bukan tempat jual beli. Kalau sekolah ikut berdagang, lalu bagaimana kami bisa percaya pada sistem pendidikan ini?” tambah seorang wali murid lainnya.
Menanggapi keluhan masyarakat Jonheri anggota LSM TRAP(Transparansi Akuntabilitas Publik) mengungkap kan keprihatinan nya”Praktik jual beli buku di sekolah yang masih terjadi hingga saat ini menjadi ironi di tengah semangat reformasi pendidikan nasional.
Sekolah seharusnya menjadi ruang belajar yang bebas dari pungutan liar dan tekanan ekonomi bagi orang tua.
Pendidikan adalah hak, bukan komoditas. Semua pihak wajib menjaga integritasnya demi masa depan generasi bangsa.” ujar nya.
Hingga berita ini di terbitkan pihak sekolah belum bisa di kompirmasi.”tandasnya (Red).
Editor : Bolok