Liputanabn.com | Prabumulih – Sempat viral bocah 9 tahun diduga korban malpraktek medis Dokter Bedah Rumah Sakit Pertamina (Pertamedika) IHC Prabumulih beberapa waktu lalu memasuki babak baru. Pemkot prabumulih bertindak selaku fasilitator mediasi antara keluarga GM melawan RS Pertamina Prabumulih. Turut hadir BPRS Sumsel, PERSI Sumsel, Dinkes Prov. Sumsel, KPAD Sumsel, serta unsur-unsur perangkat daerah pemkot prabumulih yang terkait dengan urusan hukum dan kesehatan.
Diberitakan mediasi berlangsung tertutup di kantor pemkot prabumulih kamis (24/8). Intinya hasil daripada Mediasi kemarin tidak tercapai kesepakatan. Kendati telah diberikan surat notulensi daripada hasil rapat tertutup tersebut, pihak bocah GM melalui Kuasa Hukumnya Ricky MZ SH CPL lantang menyebut bahwa “surat notulensi itu versinya pemkot prabumulih dan bukan surat persetujuan ataupun kesepakatan dari para pihak”, terutama pada bagian kesimpulan. Notulensi tersebut isinya tidak tercatat dan terekap secara utuh, dan itu bukanlah hasil daripada kesepakatan. Tidak mengikat para pihak, dan tidak juga berlaku bagi para pihak (baca: KUHPerdata). Surat notulensinya telah kami baca, dan telah kami cocokkan dengan bukti rekaman pembicaraan pada saat mediasi berlangsung, tegasnya.
Ditanyakan kenapa orang tua GM tegas menolak wacana dari direktur rumah sakit pertamina yang ingin memberi layanan rehab medis ke RSMH Palembang. Pertama, realistisnya, mendasarkan pertimbangan, kalkulasi mengenai wacana layanan rehab medis yang disampaikan pihak RS Pertamina Prabumulih d/a direktur, yaitu antara kesanggupan dan ketidaksanggupannya. Menimbang ada hal yang dia sanggup dan ada hal yang dia tidak sanggupi. Selain itu menyangkut sikologi dan mental bocah GM, yang mana kami khawatir makin terganggu psikis dan mentalnya apabila layanan rehab dilaksanakan RS pertamina prabumulih. Wacana rehabilitasi medik pihak RS juga kami rasa masih belum menyentuh hati dan perasaan bocah GM, orang tua beserta keluarga.
Kedua, rehab medis bocah GM ini sebenarnya telah di tanggung oleh seorang dermawan inisial HA, jauh sebelum adanya mediasi. Bahkan uang cash pun telah diberikan oleh HA. Berbeda dengan direktur RS yang baru berwacana, terlebih yang diwacanakan “untuk biaya pihaknya mengutamakan BPJS”. Hal demikian baru wacana. Seperti yang diberitakan waktu lalu, mungkin itu bagian dari harapan pihak rumah sakit pertamina saja ya. Pemberitaan tersebut kami luruskan, bahwa itu masih berupa wacana. “Saya sampaikan keluarga GM tegas menolak wacana semacam itu ujar Ricky.
Kami sampaikan faktanya bocah 9 tahun GM ini telah mendapatkan “derma” atau bantuan jauh sebelum dilaksanakannya mediasi hingga terekpose di Koran Sumatera Ekspres 24/8. Sudah jalan sejak bulan lalu. Derma dari hamba Allah inisial HA. Bantuannya berupa finansial, pertanggungan seluruh biaya rehab medik fisik maupun psikis sampai pulih, termasuk biaya operasional, akomodasi, konsumsi, semua telah ditanggung 100%. Pak HA ini telah bergerak lebih dulu membantu bocah GM. Sangat jauh berbeda, pak HA sudah eksekusi, telah terealisasi, rill tindakannya. Sedangkan pihak RS Pertamina Prabumulih masih pada level wacana. Sungguh berbeda 180 derajat. Tidak logis jika keluarga GM mengaminkan wacana RS Pertamina tersebut.
Bantuan dan biaya dari pak HA ini untuk pemulihan dan kesembuhan bocah GM yang seluruh dan sepenuhnya tidaklah dicover oleh yang namanya BPJS alias biayanya tidak menggunakan BPJS, murni dana ia pribadi. Dari dokter khusus sampai dengan fasilitas yang diberikan juga semuanya VIP (very important person). Bocah GM tidak perlu bersusah payah ke rumah sakit, ada kendaraan khusus dan bagus yang jemput ke desa midar. Biaya akomodasi, konsumsi, sampai biaya remeh temeh lain-lain yang tidak terduga pun turut ditanggung oleh bapak HA.
Coba bayangkan bagaimana mungkin orang tua GM rela menerima wacana dari pihak RS Pertamina Prabu. Gak mungkinlah itu. Halusinasi itu. Bagaimana kedepan kita mau bicara soal ganti kerugian korban dugaan malpraktek medik ini, jika pihak rumah sakit belumlah apa-apa sudah ekspose wacana bantuan karena rasa humanis. Harusnya yang diekspose itu tindakan nyata. Humanis apa. Tidak ngerti kami rasa humanis dari RS Pertamina itu seperti apa. Sekarang tunjukkan dan buktikan saja kepada kami dan masyarakat apa faktanya tindakan nyata “humanis” yang telah dilaksanakan pihak Rumah Sakit kepada bocah GM pasca operasi. Jika rasa humanis yang dimaksud adalah Parcel 150 ribuan, maka sangat disayangkan level mindsetnya hanya sebatas itu, ujar Ricky.
Masih menurut Ricky, mengenai pemberitaan dan pernyataan direktur RS Pertamina Prabumulih (baca: Koran Sumatera Ekspres 24/8) “yang berhak menyatakan RS Pertamina salah atau benar adalah Badan Pengawas Rumah Sakit dan MKDI, dimana saat ini MKDI dan Badan Pengawas Rumah Sakit menyatakan tidak ada pelanggaran dari RS Pertamina, dan untuk hasil dari MKDI belum keluar namun dari BPRS sudah menyatakan demikian (tidak ada pelanggaran, red) meskipun baru sebatas lisan”. Narasinya rancu, seperti ada keraguan. Namun pada redaksi terkait “BPRS sudah menyatakan demikian (tidak ada pelanggaran, red) meskipun baru sebatas lisan” menurut kami itu bukan fakta atas suatu kebenaran yang nyata. Mana, sampaikan kepada kami hasilnya jika benar apa yang disampaikan BPRS kepada Direktur RS Pertamina seperti itu. Kami tegaskan BPRS jangan berspekulasi. Jangan melontarkan pernyataan yang berpotensi membuat gaduh. Jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap organisasi pengawas rumah sakit ini tercederai, telebih sumber anggarannya bersumper dari APBD Provinsi. Pernyataan seperti itu terkesan condong ke salah satu pihak. Apakah memang tugasnya seperti itu. Kami punya fakta bahwa yang mewakili BPRS pada mediasi kemarin adalah Prof. dr Hardi Darmawan dan Dr. Erwin Azmar, SpPd, K-KV, FINASIM yang keduanya adalah seorang dokter. Kami ingin tau siapa yang bicara seperti itu. Apakah salah ketik atau dari siapa keluarnya pernyataan seperti itu.
Hak klien kami ini dijamin oleh undang-undang, hak “untuk memperoleh layanan kesehatan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”, begitu bunyi UU 4/2018. Terhadap hal yang belum terungkap fakta kebenaran dan hukumnya, maka baiknya oknum BPRS Sumsel untuk tidak ceroboh menyampaikan suatu pernyataan apalagi yang bersifat tendensius. Kompetensi anda dipertaruhkan. Tidak boleh seenaknya bicara. Mendahului MKDI dan Pengadilan. Hal ini akan kami laporkan ke Menteri Kesehatan RI, BPRS Indonesia, BPK RI, Komisi IX DPR RI serta DPRD Provinsi Sumsel.
Begini saja, kami ini bicara fakta ya, salah satu fakta fisik yang dialami dan dirasakan klien kami ini, terdapat pembusukan pada area luar bagian perut, keluar kotoran besar/BAB melalui usus, bekas jaitan yang tidak teratur, dan lain sebagainya. Fakta nyata dengan indra mata terlihat pada fisik GM beberapa hari pasca operasi bedah oleh dokter RS Pertamina Prabumulih setelah klien kami ini berada di rumahnya. Selain itu psikisnya juga ikut terdampak, hal mana klien kami menjadi trauma, trauma dengan dokter dan rumah sakit.
Sekalian saja ini akan kami buka posko pengaduan di simpang gelumbang sana. Posko pengaduan dan perlindungan konsumen RS Pertamina Prabumulih. Adukan ke kami, jika ada keluhan terkait “layanan kesehatan” khusus pada RS Pertamina Prabumulih. Hubungi kami.
Ikut mediasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Sumsel yang diwakili dr. Rina Diana M.Km mengatakan hasil mediasi hari ini akan di lapor dan disampaikan terlebih dahulu kepada Ketua PERSI Sumsel, dan PERSI bersifat netral dalam urusan ini.
Turut hadir dalam rapat mediasi tertutup, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Prov. Sumsel yang selepas rapat langsung menyambangi kediaman GM desa midar kec. gelumbang (24/8). Melalui E. Hendri Wakil Ketua Komisioner KPAD Prov Sumsel mengatakan “KPAD Sumsel hadir untuk memastikan, memantau, mengawal supaya proses ini berjalan, utamanya kepentingan terbaik untuk adik GM”. KPAD fokus untuk bagaimana pemulihan kondisi fisik dan psikis adik GM, itu yang terpenting, jangan sampai kondisi fisiknya melemah, psikisnya makin terkena, kesehatan dan sekolahnya itu yang paling utama. Disayangkan, kenapa penanganannya lamban, dan kita berharap ini supaya cepat, karena berpengaruh terhadap kondisi fisik, psikis dan sekolah GM saat ini.
“KPAD mendukung upaya semua pihak yang ikut membantu proses kesembuhan dan pemulihan adik kita GM. Mendukung upaya apapun yang dilakukan oleh kawan-kawan dari kuasa hukum. “Kami pastikan KPAD Sumsel akan terus memantau dan mengawal proses ini”, tutupnya.
Editor : Bolok