H. Pujiyanto Aktivis Muda Banten, Putra Goib : Mahasiswa dan Rakyat sebagai Garda Terdepan Perubahan

oleh -108 Dilihat
oleh

Liputanabn.com | BANTEN – Empat hari terakhir bangsa ini diguncang oleh gelombang besar. Jalanan Senayan kembali bergemuruh oleh suara mahasiswa, spanduk berkibar, orasi menggema, dan aparat bersiaga mengawal. Namun, di tengah keramaian itu, tragedi memilukan menimpa nurani kita: seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas terlindas mobil aparat di tengah kericuhan. Affan bukan aktivis, bukan tokoh, apalagi orang yang mencari panggung. Ia hanyalah anak muda sederhana yang bekerja untuk keluarga, pulang dalam keadaan terbujur kaku.

Kita semua berduka. Saya pribadi menyampaikan simpati mendalam kepada keluarganya. Tragedi ini bukan sekadar insiden lalu lintas, melainkan tanda bahwa ada yang salah dalam cara negara menjaga rakyatnya. Nyawa rakyat kecil sering menjadi korban di tengah hiruk pikuk politik elit. Di sinilah kita perlu bertanya: ke mana arah pergerakan mahasiswa dan rakyat harus dibawa?

Sejarah bangsa mengajarkan bahwa mahasiswa selalu menjadi garda depan perubahan. Dari tahun 1966 hingga 1998, dari kampus ke jalan, mahasiswa membuktikan diri sebagai kekuatan moral yang menekan kekuasaan agar kembali ke rakyat. Namun, sejarah juga mencatat, setiap kali gelombang besar muncul, selalu ada tangan-tangan yang mencoba menunggangi. Ada elit yang melihat darah mahasiswa sebagai tiket menuju kekuasaan, dan kelompok yang meniupkan api bukan untuk menerangi jalan, melainkan untuk membakar persatuan.

Kembali ke Masalah Utama, Wakil Rakyat sebagai Sumber Masalah

Karena itu, saya ingin menegaskan: sasaran utama pergerakan hari ini harus jelas, yaitu DPR RI. Parlemen adalah rumah rakyat, dan jika rakyat marah, di sanalah mereka harus mengetuk pintu. Jika mahasiswa ingin menuntut perubahan, orasi harus diarahkan ke sana. DPR bukan sekadar simbol, melainkan tempat lahirnya semua keputusan politik bangsa. Jika mereka tuli dan pura-pura tidak mendengar, rakyat berhak menekan lebih keras.

Di balik fokus itu, ada hal yang sama pentingnya: menjaga agar gerakan ini tetap murni. Jangan biarkan energi rakyat dan mahasiswa yang tulus diperalat kepentingan sempit. Saya melihat ada kelompok yang berusaha menunggangi, menjadikan momentum ini sebagai batu loncatan politik. Mereka masuk dengan spanduk, orasi, provokasi, bahkan narasi manis di media sosial. Tapi tujuan mereka bukan membela rakyat, melainkan meraih kekuasaan.

Persatuan adalah Senjata Terbaik

Bangsa ini pernah hancur karena perpecahan. Sejarah kelam selalu dimulai dari adu domba. Musuh kita bisa punya uang, senjata, bahkan media, tapi selama rakyat dan mahasiswa bersatu, mereka tak mampu mengalahkan kita. Persatuan adalah senjata kita yang paling ampuh, dan persatuan itu hanya terjaga jika kita berpegang pada tujuan: menegakkan keadilan, melindungi rakyat kecil, dan memastikan kekuasaan berpihak pada bangsa, bukan elit sempit.

Tragedi Affan harus menjadi titik balik, bukan sekadar berita seminggu. Ia harus menjadi pengingat bahwa aparat tidak boleh berwenang sewenang-wenang, dan rakyat kecil harus dilindungi, bukan dikorbankan. Tetapi, jangan jadikan tragedi ini sebagai alasan untuk mengalihkan seluruh energi pada kemarahan kepada aparat. Ingatlah, aparat hanyalah tangan; kepala dari semua ini ada di parlemen. Jika DPR bekerja dengan baik dan mengawasi secara sungguh-sungguh, tragedi ini bisa dicegah.

Saya menulis ini bukan untuk mencari nama, melainkan karena saya tak rela melihat bangsa ini tercerai-berai, mahasiswa yang idealis diperalat, dan rakyat kecil menjadi korban permainan besar yang mereka tidak pahami. Mari terus bergerak, tapi jaga idealisme. Bersuara, tapi jangan biarkan dirimu diperalat. Untuk DPR, dengarkanlah, karena jika tidak, sejarah akan melupakan kalian. Untuk aparat, lindungilah rakyat, jangan sampai dianggap musuh.

Dan untuk Affan, anak muda sederhana yang telah pergi, percayalah bahwa kematianmu tidak sia-sia jika bangsa ini benar-benar belajar. Semoga darahmu menjadi pengingat bahwa perubahan bukan hanya soal siapa yang duduk di kursi kekuasaan, tetapi tentang siapa yang berani menjaga bangsa tetap utuh.

Saya, H. Pujiyanto, Putra Goib dari Banten, menutup tulisan ini dengan keyakinan: gerakan sejati bukan soal siapa yang paling keras berteriak, tapi siapa yang paling tulus menjaga bangsa ini agar tetap berdiri kokoh. Indonesia hanya bisa bertahan jika kita memilih jalan lurus di tengah gelombang. Jangan biarkan kepentingan politik memecah belah kita. Arahkan seluruh energi ini ke DPR, tempat para wakil rakyat harus didengar.

Kalau hari ini kita bersatu, fokus, dan rakyat menolak ditunggangi, maka seratus tahun lagi, anak cucu kita akan menulis dalam buku sejarah: pernah ada masa ketika bangsa ini hampir pecah, tapi rakyat memilih bersatu.” Tandasnya (Red)

Editor : Bolok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.