Jeritan Warga Cimanis: Tanah Adat Dirampas, Ketua LIM Desak Forkopimda Turun Tangan

oleh -406 Dilihat
oleh

Liputanabn.com | Pandeglang, Banten – Kesedihan mendalam dan kekecewaan menyelimuti wajah masyarakat adat Desa Cimanis, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang. Harapan mereka untuk hidup tenang di tanah leluhur kini seakan pupus, setelah lahan adat yang selama ini mereka kelola diduga dirampas oleh PT Globalindo Agro Lestari (GAL), yang kemudian dialihkan ke PT Perkebunan Dewa Agri.

Janji Manis Perusahaan yang Tak Pernah Terwujud

Warga mengaku tidak pernah diajak bicara secara resmi terkait alih fungsi lahan. Ironisnya, PT GAL sebelumnya sempat menyampaikan janji-janji manis kepada masyarakat, di antaranya:

1. Pemilik lahan akan diberi kesempatan bekerja di perusahaan.

2. Perusahaan akan menanggung pembayaran pajak atas lahan.

3. Setelah 25 tahun, lahan dikembalikan kepada pemiliknya.

4. Pohon sawit yang ditanam akan menjadi milik pemilik lahan setelah masa kontrak berakhir.

Namun, janji tersebut tidak pernah direalisasikan. Warga justru dikejutkan dengan masuknya alat berat yang meratakan ladang dan hutan yang menjadi sumber penghidupan mereka.

“Kami tidak pernah diajak bicara. Tiba-tiba alat berat datang dan merusak lahan kami,” ujar seorang ibu dengan suara bergetar, saat ditemui usai pertemuan warga Cimanis dengan pihak perusahaan pada 16 Juli 2025 yang berakhir tanpa hasil.

Warga Menjerit, Harapan Pupus

Sejumlah tokoh adat menilai tindakan perusahaan telah merampas hak hidup mereka.

“Sakit rasanya, tanah kami dirampas. Hak kami diinjak-injak,” kata seorang tokoh adat dengan mata berkaca-kaca.

Pertemuan warga dengan PT GAL dan PT Perkebunan Dewa Agri pun tak membuahkan hasil. Aspirasi masyarakat diabaikan begitu saja.

Lembaga Indonesia Maju Turun Tangan

Melihat penderitaan warga, Lembaga Indonesia Maju (LIM) melalui Ketua Umumnya, Tonizal, S.H., langsung turun tangan. LIM membentuk tim investigasi untuk mengumpulkan bukti-bukti, dokumen, serta data yuridis terkait tanah adat tersebut.

Tonizal menegaskan bahwa pihaknya akan mendampingi masyarakat adat hingga ke jalur hukum bila diperlukan. Namun ia menekankan, penyelesaian seharusnya bisa dilakukan dengan melibatkan Forkopimda Kabupaten Pandeglang sebagai penengah.

“Kami meminta Forkopimda – mulai dari Bupati, DPRD, Kapolres, Dandim, hingga Kejari – jangan tinggal diam. Rakyat kecil tidak boleh dibiarkan berjuang sendirian menghadapi perusahaan besar. Hak masyarakat adat wajib dilindungi oleh konstitusi,” tegas Tonizal.

Menurutnya, proses penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) yang mengabaikan keterlibatan masyarakat adat adalah bentuk ketidakadilan nyata. LIM bahkan menemukan dokumen tanah adat di Desa Cisereuheum, Kecamatan Cigeulis, yang memperkuat klaim warga Cimanis atas lahan tersebut.

Potret Buram Konflik Agraria

Kasus Desa Cimanis bukanlah yang pertama. Konflik agraria di Indonesia seringkali menyeret masyarakat adat ke posisi terpinggirkan. Pembangunan ekonomi yang seharusnya menyejahterakan rakyat, justru kerap mengorbankan hak-hak masyarakat kecil.

“Ini bukan hanya sengketa tanah. Ini soal hidup, identitas, dan martabat masyarakat adat. Negara harus hadir. Forkopimda harus segera turun tangan agar keadilan ditegakkan,” pungkas Tonizal dengan nada tegas.

Kini, masyarakat Desa Cimanis bersiap menempuh berbagai langkah, termasuk jalur hukum, untuk merebut kembali tanah leluhur mereka. Dengan semangat yang membara, mereka menegaskan bahwa perjuangan ini bukan sekadar melawan perusahaan sawit, tetapi memperjuangkan hak generasi masa depan.” tandasnya (red tim)

Editor : Bolok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.